Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13585 | 09 Mar 2025
Klinis : Tentukan implementasi pada kasus Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering merasa lemas, pusing, berkeringat dingin, dan gemetar, terutama saat terlambat makan. Keluhan ini telah berlangsung selama tiga bulan terakhir dan sering membaik setelah mengonsumsi makanan manis. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama lima tahun dan rutin mengonsumsi glibenklamid, namun satu tahun terakhir ia juga mengalami kelelahan, konstipasi, serta kenaikan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 64 kali per menit, dan terdapat sedikit pembengkakan pada wajah serta kaki. Hasil laboratorium menunjukkan kadar gula darah sewaktu (GDS) 58 mg/dL, HbA1c 6,2%, TSH 8,2 mIU/L (meningkat), serta FT4 0,6 ng/dL dan FT3 2,1 pg/mL yang lebih rendah dari normal, mengindikasikan adanya hipotiroidisme primer. Kondisi hipotiroidisme ini berkontribusi terhadap hipoglikemia, karena menurunkan glukoneogenesis dan sensitivitas insulin, sementara penggunaan glibenklamid semakin memperparah penurunan kadar gula darah. Pasien kemudian diberikan terapi hipoglikemia dengan pemberian glukosa oral, serta dianjurkan untuk menghentikan sementara penggunaan glibenklamid dan beralih ke terapi yang lebih sesuai. Selain itu, pasien diberikan levotiroksin untuk mengatasi hipotiroidisme, serta diedukasi mengenai pola makan seimbang dan pemantauan kadar gula darah secara berkala. Kasus ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan GDS dan evaluasi fungsi tiroid pada pasien dengan hipoglikemia berulang guna memastikan penyebab yang mendasarinya serta mencegah komplikasi lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Ketidakseimbangan Kadar Glukosa Darah Berhubungan dengan Hipotiroidisme Primer
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Ketidakseimbangan Kadar Glukosa Darah: Keadaan di mana individu berisiko mengalami peningkatan atau penurunan kadar glukosa darah di luar rentang normal.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Tujuan: Pasien menunjukkan kadar glukosa darah dalam rentang normal.
Kriteria Hasil: Pasien melaporkan tidak ada keluhan terkait hipoglikemia, kadar glukosa darah dalam batas normal, dan tidak ada tanda-tanda komplikasi akibat hipoglikemia.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi Keperawatan:
1. Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kadar glukosa darah, seperti asupan makanan, aktivitas fisik, dan penggunaan obat-obatan.
2. Pantau kadar glukosa darah secara berkala.
3. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pemantauan kadar glukosa darah, manajemen hipoglikemia, dan pentingnya pengobatan yang tepat.
4. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, ahli gizi) dalam pengaturan terapi farmakologis dan non-farmakologis untuk mengoreksi hipotiroidisme dan mempertahankan kadar glukosa darah yang optimal.
Dengan pendekatan multidisipliner dan kolaborasi yang baik, diharapkan kondisi pasien dapat stabil dan terhindar dari komplikasi lebih lanjut akibat hipoglikemia dan hipotiroidisme. -
Article No. 13586 | 09 Mar 2025
Klinis : Tentukan implementasi dengan diagnosis Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah pada kasus Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering merasa lemas, pusing, berkeringat dingin, dan gemetar, terutama saat terlambat makan. Keluhan ini telah berlangsung selama tiga bulan terakhir dan sering membaik setelah mengonsumsi makanan manis. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama lima tahun dan rutin mengonsumsi glibenklamid, namun satu tahun terakhir ia juga mengalami kelelahan, konstipasi, serta kenaikan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 64 kali per menit, dan terdapat sedikit pembengkakan pada wajah serta kaki. Hasil laboratorium menunjukkan kadar gula darah sewaktu (GDS) 58 mg/dL, HbA1c 6,2%, TSH 8,2 mIU/L (meningkat), serta FT4 0,6 ng/dL dan FT3 2,1 pg/mL yang lebih rendah dari normal, mengindikasikan adanya hipotiroidisme primer. Kondisi hipotiroidisme ini berkontribusi terhadap hipoglikemia, karena menurunkan glukoneogenesis dan sensitivitas insulin, sementara penggunaan glibenklamid semakin memperparah penurunan kadar gula darah. Pasien kemudian diberikan terapi hipoglikemia dengan pemberian glukosa oral, serta dianjurkan untuk menghentikan sementara penggunaan glibenklamid dan beralih ke terapi yang lebih sesuai. Selain itu, pasien diberikan levotiroksin untuk mengatasi hipotiroidisme, serta diedukasi mengenai pola makan seimbang dan pemantauan kadar gula darah secara berkala. Kasus ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan GDS dan evaluasi fungsi tiroid pada pasien dengan hipoglikemia berulang guna memastikan penyebab yang mendasarinya serta mencegah komplikasi lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah didefinisikan sebagai kerentanan individu terhadap fluktuasi kadar glukosa darah yang dapat menimbulkan komplikasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah adalah stabilnya kadar glukosa darah pada rentang normal, tidak terjadi komplikasi akibat hipoglikemia maupun hiperglikemia, serta pasien mampu mengelola kondisinya dengan baik.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi:
1. Pemantauan kadar glukosa darah secara berkala
2. Pemberian terapi hipoglikemia (glukosa oral)
3. Edukasi mengenai pola makan seimbang dan pengelolaan diabetes
4. Evaluasi dan penyesuaian terapi farmakologis (glibenklamid) sesuai kondisi
5. Pemantauan dan penanganan tanda-tanda hipoglikemia
6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (endokrinolog) untuk mengatasi hipotiroidisme
Implementasi:
Berdasarkan kasus yang diberikan, implementasi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Memantau kadar glukosa darah secara berkala, baik sewaktu maupun profil harian.
2. Memberikan terapi hipoglikemia berupa pemberian glukosa oral untuk mengatasi episode hipoglikemia.
3. Menghentikan sementara penggunaan glibenklamid dan menggantinya dengan terapi yang lebih sesuai, seperti metformin.
4. Memberikan edukasi kepada pasien mengenai pola makan seimbang, pentingnya pemantauan kadar glukosa darah, serta pengelolaan diabetes.
5. Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti endokrinolog, untuk mengatasi kondisi hipotiroidisme yang berkontribusi terhadap hipoglikemia.
6. Memantau tanda-tanda hipoglikemia dan memberikan intervensi yang sesuai.
Dengan penanganan yang komprehensif, diharapkan dapat menstabilkan kadar glukosa darah pasien, mencegah komplikasi, serta meningkatkan kemampuan pasien dalam mengelola kondisinya. -
Article No. 13587 | 09 Mar 2025
Klinis : Tentukan evaluasi SOAP dengan diagnosis Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah pada kasus Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering merasa lemas, pusing, berkeringat dingin, dan gemetar, terutama saat terlambat makan. Keluhan ini telah berlangsung selama tiga bulan terakhir dan sering membaik setelah mengonsumsi makanan manis. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama lima tahun dan rutin mengonsumsi glibenklamid, namun satu tahun terakhir ia juga mengalami kelelahan, konstipasi, serta kenaikan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 64 kali per menit, dan terdapat sedikit pembengkakan pada wajah serta kaki. Hasil laboratorium menunjukkan kadar gula darah sewaktu (GDS) 58 mg/dL, HbA1c 6,2%, TSH 8,2 mIU/L (meningkat), serta FT4 0,6 ng/dL dan FT3 2,1 pg/mL yang lebih rendah dari normal, mengindikasikan adanya hipotiroidisme primer. Kondisi hipotiroidisme ini berkontribusi terhadap hipoglikemia, karena menurunkan glukoneogenesis dan sensitivitas insulin, sementara penggunaan glibenklamid semakin memperparah penurunan kadar gula darah. Pasien kemudian diberikan terapi hipoglikemia dengan pemberian glukosa oral, serta dianjurkan untuk menghentikan sementara penggunaan glibenklamid dan beralih ke terapi yang lebih sesuai. Selain itu, pasien diberikan levotiroksin untuk mengatasi hipotiroidisme, serta diedukasi mengenai pola makan seimbang dan pemantauan kadar gula darah secara berkala. Kasus ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan GDS dan evaluasi fungsi tiroid pada pasien dengan hipoglikemia berulang guna memastikan penyebab yang mendasarinya serta mencegah komplikasi lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI, serta evaluasi SOAP untuk kasus risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan: Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah didefinisikan sebagai kondisi di mana individu rentan mengalami penurunan atau peningkatan kadar glukosa darah di luar rentang normal.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Beberapa luaran yang diharapkan mencakup Stabilitas Kadar Glukosa Darah, Pengetahuan Manajemen Glikemia, dan Kontrol Glikemik.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan meliputi Pemantauan Kadar Glukosa Darah, Edukasi Pengelolaan Diabetes, dan Terapi Nutrisi.
Evaluasi SOAP:
S (Subjektif): Pasien mengeluhkan sering merasa lemas, pusing, berkeringat dingin, dan gemetar, terutama saat terlambat makan. Keluhan ini telah berlangsung selama tiga bulan terakhir dan sering membaik setelah mengonsumsi makanan manis.
O (Objektif): Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 selama lima tahun dan rutin mengonsumsi glibenklamid. Pemeriksaan fisik menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 64 kali per menit, dan terdapat sedikit pembengkakan pada wajah serta kaki. Hasil laboratorium menunjukkan kadar gula darah sewaktu (GDS) 58 mg/dL, HbA1c 6,2%, TSH 8,2 mIU/L (meningkat), serta FT4 0,6 ng/dL dan FT3 2,1 pg/mL yang lebih rendah dari normal, mengindikasikan adanya hipotiroidisme primer.
A (Analisis): Pasien memiliki risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh hipotiroidisme primer. Kondisi hipotiroidisme ini berkontribusi terhadap hipoglikemia, karena menurunkan glukoneogenesis dan sensitivitas insulin, sementara penggunaan glibenklamid semakin memperparah penurunan kadar gula darah.
P (Perencanaan/Intervensi): Pasien diberikan terapi hipoglikemia dengan pemberian glukosa oral, serta dianjurkan untuk menghentikan sementara penggunaan glibenklamid dan beralih ke terapi yang lebih sesuai. Selain itu, pasien diberikan levotiroksin untuk mengatasi hipotiroidisme, serta diedukasi mengenai pola makan seimbang dan pemantauan kadar gula darah secara berkala. -
Article No. 13588 | 09 Mar 2025
Klinis : Pasien mengeluhkan mual dan muntah dan juga nyeri perut, mengeluhkan badan terasa menggigil
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi pasien yang Anda gambarkan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang mengeluhkan mual, muntah, nyeri perut, dan menggigil adalah "Mual" (SDKI 2017). Mual didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman dan ingin mengeluarkan isi lambung, yang merupakan respons terhadap berbagai rangsangan. Tanda dan gejala yang menyertai kondisi ini antara lain adalah muntah, rasa tidak nyaman di perut, dan perasaan menggigil.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran sebagai berikut:
1. Kontrol Mual: Pasien dapat mengontrol mual yang dirasakan dengan baik, ditandai dengan berkurangnya frekuensi mual dan muntah, serta perasaan lebih nyaman.
2. Kontrol Nyeri: Pasien dapat mengontrol nyeri perut yang dirasakan, ditandai dengan penurunan skala nyeri dan peningkatan kemampuan pasien dalam mengelola nyeri.
3. Stabilitas Tanda Vital: Tanda-tanda vital pasien, seperti suhu tubuh, dapat kembali stabil.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang dapat diberikan:
1. Manajemen Mual:
a. Identifikasi penyebab mual dan faktor pencetus.
b. Berikan antiemetik sesuai dengan instruksi medis.
c. Anjurkan pasien untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang mudah dicerna.
d. Ajarkan teknik distraksi atau relaksasi untuk mengurangi mual.
2. Manajemen Nyeri:
a. Identifikasi karakteristik nyeri, seperti lokasi, intensitas, dan faktor pencetus.
b. Berikan analgesik sesuai dengan instruksi medis.
c. Ajarkan pasien teknik non-farmakologis untuk mengelola nyeri, seperti kompres hangat/dingin.
3. Manajemen Termoregulasi:
a. Pantau tanda-tanda vital, terutama suhu tubuh, secara rutin.
b. Berikan intervensi untuk menurunkan atau menaikkan suhu tubuh, sesuai kondisi pasien.
c. Ajarkan pasien teknik untuk menjaga stabilitas suhu tubuh, seperti menggunakan pakaian yang sesuai.
Dengan melaksanakan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu kontrol mual dan nyeri yang membaik, serta stabilitas tanda vital yang terjaga. Asuhan keperawatan yang berpusat pada pasien dan berlandaskan bukti terbaik akan membantu mencapai hasil yang optimal bagi pasien. -
Article No. 13589 | 09 Mar 2025
Klinis : gambaran resiko kejadian stroke pada lansia berdasarkan carta score
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan hormat, sebagai perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi risiko kejadian stroke pada lansia berdasarkan carta score.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Ketidakstabilan Neurologis
Definisi:
Kerentanan terhadap perubahan fungsi otak yang dapat mengganggu aktivitas dan respon sensori-motorik, yang dapat mengancam kesehatan.
Faktor Risiko:
1. Usia lanjut
2. Riwayat hipertensi
3. Riwayat dislipidemia
4. Riwayat diabetes mellitus
5. Merokok
6. Obesitas
7. Kurang aktivitas fisik
Tanda dan Gejala:
1. Gejala neurologis akut (misalnya: penurunan kesadaran, gangguan fungsi motorik)
2. Perubahan status mental
3. Gangguan fungsi sensori-motorik
Intervensi Keperawatan (SLKI):
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
2. Manajemen Aktivitas
3. Manajemen Nutrisi
4. Manajemen Pengobatan
5. Edukasi Kesehatan
Hasil yang Diharapkan (SIKI):
1. Tanda-tanda vital stabil
2. Tidak terjadi komplikasi
3. Lansia dapat beraktivitas sesuai kemampuan
4. Lansia memahami faktor risiko stroke dan upaya pencegahannya
Kesimpulan:
Diagnosa keperawatan "Risiko Ketidakstabilan Neurologis" menjadi fokus utama dalam penanganan lansia dengan risiko kejadian stroke berdasarkan carta score. Intervensi keperawatan yang komprehensif, termasuk pemantauan kesehatan, manajemen aktivitas, nutrisi, dan edukasi, dapat membantu mencegah atau meminimalkan terjadinya stroke pada populasi lansia. -
Article No. 13590 | 09 Mar 2025
Klinis : pasien merasa lelah dengan pengobatan yang dilakukan pasien tidak patuh pengobatan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan rinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai untuk kondisi yang Anda sampaikan:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
a. Diagnosa Keperawatan: Kelelahan
Kelelahan merupakan suatu kondisi di mana pasien merasa lemah, letih, dan kurang energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Kelelahan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pengobatan yang dilakukan oleh pasien.
b. Diagnosa Keperawatan: Ketidakpatuhan
Ketidakpatuhan adalah kondisi di mana pasien tidak mengikuti rencana pengobatan yang telah disarankan oleh tenaga kesehatan. Hal ini dapat terjadi karena berbagai alasan, seperti kurangnya pemahaman, efek samping obat, atau kesulitan dalam mengakses pengobatan.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Luaran untuk Kelelahan:
- Pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan tingkat energi.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih baik.
- Pasien dapat mengelola gejala kelelahan dengan efektif.
b. Luaran untuk Ketidakpatuhan:
- Pasien dapat memahami pentingnya kepatuhan pengobatan.
- Pasien dapat mengikuti rencana pengobatan yang disarankan.
- Pasien dapat memantau efek samping obat dan mengambil tindakan yang sesuai.
- Pasien dapat mengakses pengobatan secara konsisten.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Intervensi untuk Kelelahan:
- Asessment: Mengevaluasi tingkat kelelahan pasien, faktor penyebab, dan dampaknya terhadap aktivitas sehari-hari.
- Edukasi: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kelelahan, faktor penyebab, dan strategi manajemen.
- Intervensi Fisik: Mengatur istirahat dan aktivitas pasien, serta memberikan terapi fisik yang sesuai.
- Intervensi Psikologis: Memberikan dukungan emosional dan strategi manajemen stres.
- Kolaborasi: Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, dll.) untuk mengelola kelelahan secara holistik.
b. Intervensi untuk Ketidakpatuhan:
- Asessment: Mengevaluasi pemahaman pasien terhadap pengobatan, alasan ketidakpatuhan, dan hambatan yang dihadapi.
- Edukasi: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya kepatuhan, efek obat, dan manajemen efek samping.
- Intervensi Perilaku: Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kepatuhan, seperti pengingat, sistem pencatatan, dan pemberian imbalan.
- Intervensi Kolaborasi: Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter, apoteker, dll.) untuk menyesuaikan rencana pengobatan dan mengatasi hambatan yang dihadapi pasien.
- Intervensi Akses: Membantu pasien dalam mengakses pengobatan, termasuk memfasilitasi transportasi, pembiayaan, dan koordinasi dengan layanan kesehatan.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan dapat membantu pasien mengatasi kelelahan dan meningkatkan kepatuhan pengobatan, sehingga dapat mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 13591 | 09 Mar 2025
Klinis : pasien merasa lelah dengan pengobatan yang dilakukan pasien tidak patuh pengobatan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Ketidakpatuhan Pengobatan
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Ketidakpatuhan Pengobatan adalah "Pola perilaku dan/atau tindakan seseorang yang tidak sesuai dengan rekomendasi pemberi asuhan kesehatan yang disepakati bersama".
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah pasien dapat menunjukkan perilaku patuh terhadap pengobatan yang direkomendasikan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan meliputi:
1. Evaluasi tingkat pengetahuan, keyakinan, dan motivasi pasien terhadap pengobatan
2. Edukasi tentang manfaat dan pentingnya kepatuhan pengobatan
3. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk menyederhanakan regimen pengobatan
4. Monitoring kepatuhan pasien terhadap pengobatan
5. Memberikan penguatan positif saat pasien menunjukkan kepatuhan
Sebagai seorang perawat, penting untuk memahami bahwa ketidakpatuhan pengobatan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti pengetahuan, keyakinan, motivasi, serta kompleksitas regimen pengobatan. Oleh karena itu, pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif diperlukan untuk membantu pasien mencapai kepatuhan yang optimal. -
Article No. 13592 | 09 Mar 2025
Klinis : pasien merasa lelah dengan pengobatan yang dilakukan pasien tidak patuh pengobatan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: Z91.19
- Deskripsi: Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan nasihat medis lainnya
Penjelasan:
Kode ICD-10 Z91.19 "Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dan nasihat medis lainnya" digunakan untuk mengkodekan kondisi di mana pasien tidak patuh terhadap pengobatan yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti ketidakpuasan dengan pengobatan, efek samping yang tidak diinginkan, atau kurangnya pemahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan.
Dalam kasus ini, pasien merasa lelah dengan pengobatan yang dilakukan, yang kemungkinan menyebabkan ketidakpatuhan terhadap rejimen pengobatan yang direkomendasikan. Kode ICD-10 Z91.19 mencerminkan this kondisi dan dapat digunakan untuk mendokumentasikan dan mengelola masalah kepatuhan pasien.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk kondisi ini.
Penjelasan:
Dalam kasus ini, tidak ada tindakan medis yang spesifik yang dapat dikodekan menggunakan kode ICD-9-CM. Penanganan utama akan berfokus pada edukasi dan konseling pasien untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan, serta identifikasi dan penanganan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan. Tindakan-tindakan tersebut tidak memiliki kode ICD-9-CM yang spesifik, tetapi dapat didokumentasikan dalam catatan medis pasien. -
Article No. 13593 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang laki-laki berusia 30 tahun, dirawat di ruang perawatan bedah karena pasca apendiktomi. Hasil pengkajian : mengeluh nyeri pada abdomen kanan bawah seperti diremas-remas, skala nyeri 7 (0-10), nyeri bertambah ketika digerakkan dan berkurang ketika diam, nyeri menjalar sampai kuadran kanan atas.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan mempertimbangkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah penjelasan komprehensif tentang diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang diperlukan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang digambarkan dalam istilah-istilah tersebut (International Association for the Study of Pain). Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Karakteristik Definisi:
1. Melaporkan pengalaman nyeri
2. Ekspresi wajah menunjukkan nyeri
3. Gerakan protektif untuk menghindari rangsangan nyeri
4. Keterbatasan rentang gerak
5. Gelisah dan tegang
Faktor Berhubungan:
1. Agen cedera biologis (pasca apendiktomi)
2. Keterbatasan aktivitas
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Tingkat Nyeri Terkontrol
- Pasien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol (skala nyeri ≤ 4)
- Pasien dapat menggunakan teknik/strategi manajemen nyeri secara efektif
- Pasien menunjukkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang rileks
2. Kemampuan Mengendalikan Nyeri
- Pasien mampu mengidentifikasi faktor pemicu nyeri
- Pasien mampu menggunakan strategi manajemen nyeri yang efektif
- Pasien mampu mengevaluasi efektivitas strategi manajemen nyeri yang digunakan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor yang mempengaruhi)
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
- Ajarkan teknik manajemen nyeri nonfarmakologis (misalnya relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin)
- Evaluasi efektivitas intervensi manajemen nyeri yang diberikan
2. Peningkatan Kenyamanan Fisik
- Atur posisi tubuh dan lingkungan untuk menurunkan nyeri (misalnya posisi semi fowler, pemberian bantal)
- Fasilitasi aktivitas sesuai toleransi untuk mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
- Berikan perawatan luka pasca operasi sesuai prosedur
3. Edukasi Manajemen Nyeri
- Jelaskan tentang nyeri yang dialami, kemungkinan penyebab, dan penatalaksanaannya
- Ajarkan teknik manajemen nyeri farmakologis dan nonfarmakologis
- Dorong pasien untuk secara aktif terlibat dalam manajemen nyerinya
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output yang diinginkan, yaitu penurunan intensitas nyeri, peningkatan kemampuan mengendalikan nyeri, serta peningkatan kenyamanan fisik secara optimal. -
Article No. 13594 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang laki-laki berusia 30 tahun, dirawat di ruang perawatan bedah karena pasca apendiktomi. Hasil pengkajian : mengeluh nyeri pada abdomen kanan bawah seperti diremas-remas, skala nyeri 7 (0-10), nyeri bertambah ketika digerakkan dan berkurang ketika diam, nyeri menjalar sampai kuadran kanan atas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, mari saya berikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Terkontrolnya nyeri
2. Menurunnya disabilitas akibat nyeri
3. Meningkatnya kemampuan mengatasi nyeri
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri
2. Terapi Modalitas Nyeri
3. Edukasi Manajemen Nyeri
Pasien ini mengalami nyeri akut pada abdomen kanan bawah pasca apendiktomi, dengan gejala khas seperti nyeri yang dirasakan seperti diremas-remas, skala nyeri 7 (0-10), nyeri bertambah saat digerakkan dan berkurang saat diam, serta nyeri menjalar sampai kuadran kanan atas. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri, terapi modalitas nyeri, dan edukasi manajemen nyeri agar pasien dapat mengontrol nyerinya dengan baik selama proses pemulihan.