Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15779 | 19 Apr 2025
Klinis : conjungtivitis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah informasi yang Anda minta:
1. Kode ICD-10:
- Kode: H10
- Deskripsi: Konjungtivitis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 95.02
- Deskripsi: Aplikasi topikal obat mata
Penjelasan:
Konjungtivitis adalah inflamasi pada konjungtiva, yaitu membrane transparan yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan permukaan putih bola mata. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi bakteri, virus, alergi, atau iritasi agen kimia.
Kode ICD-10 H10 mencakup berbagai jenis konjungtivitis, seperti:
- H10.0: Konjungtivitis muko-purulenta
- H10.1: Konjungtivitis akut lainnya
- H10.2: Konjungtivitis kronis
- H10.3: Konjungtivitis alergika
- H10.4: Pterigium
- H10.5: Blefarokonjungtivitis
- H10.8: Bentuk lain konjungtivitis
- H10.9: Konjungtivitis, tidak dispesifikasi
Sementara itu, kode ICD-9-CM 95.02 merujuk pada prosedur aplikasi topikal obat mata, yang merupakan salah satu penatalaksanaan umum dalam manajemen konjungtivitis, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun alergi. -
Article No. 15780 | 19 Apr 2025
Klinis : Katarak
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis Katarak, serta kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis terkait:
1. Kode ICD-10:
- Kode: H25-H26
- Deskripsi: Katarak. Kode ini mencakup berbagai jenis katarak, termasuk katarak senilis, traumatik, metabolik, dan katarak kongenital.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 13.1-13.8
- Deskripsi: Prosedur ekstraksi katarak dan implantasi lensa intraokular. Kode ini mencakup berbagai teknik operasi katarak, seperti ekstraksi katarak dengan atau tanpa implantasi lensa intraokular, serta pembedahan lanjutan untuk mengatasi komplikasi pascaoperasi.
Katarak merupakan kondisi mata di mana lensa mata menjadi keruh atau buram, yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan katarak antara lain usia lanjut, paparan sinar UV, diabetes, trauma, dan penggunaan obat-obatan tertentu. Gejala yang umum dialami pasien dengan katarak adalah penglihatan yang kabur, silau, dan penurunan kemampuan melihat di malam hari.
Operasi katarak adalah tindakan pengobatan utama untuk mengatasi katarak. Prosedur ini meliputi ekstraksi lensa mata yang keruh dan penggantiannya dengan lensa intraokular buatan. Tindakan ini umumnya dilakukan dengan teknik fako-emulsifikasi, di mana lensa mata dihancurkan dan diekstraksi melalui insisi kecil. Setelah lensa baru diimplantasikan, pasien biasanya akan mengalami perbaikan tajam penglihatan yang signifikan. -
Article No. 15781 | 19 Apr 2025
Klinis : gangguan telinga
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah informasi kode ICD-10 untuk kondisi "gangguan telinga" dan kode ICD-9-CM prosedur/tindakan medis yang terkait:
1. Kode ICD-10:
- Kode: H60-H95
- Deskripsi: Penyakit telinga dan proses mastoid. Kelompok ini mencakup berbagai kondisi yang mempengaruhi telinga, seperti infeksi telinga, gangguan pendengaran, vertigo, dan penyakit telinga lainnya.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 18.0-20.99
- Deskripsi: Berbagai prosedur operatif pada telinga, termasuk operasi pada telinga luar, telinga tengah, dan mastoid. Contohnya adalah miringoplasti, timpanoplasti, mastoidektomi, dan prosedur lainnya yang berhubungan dengan telinga.
Penjelasan detail:
Kode ICD-10 H60-H95 mencakup berbagai kondisi yang mempengaruhi telinga, baik infeksi, gangguan pendengaran, vertigo, dan penyakit telinga lainnya. Beberapa contoh diagnosis yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
- H60 Otitis externa
- H65 Otitis media non-supuratif
- H66 Otitis media supuratif dan tidak dispesifikasi
- H81 Vertigo
- H90 Kehilangan pendengaran konduktif dan sensorineural
- H93 Gangguan telinga lainnya
Sementara itu, kode ICD-9-CM 18.0-20.99 mewakili berbagai prosedur operatif pada telinga, mulai dari telinga luar, telinga tengah, dan mastoid. Beberapa contoh prosedur yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
- 18.01 Miringoplasti
- 19.4 Timpanoplasti
- 20.49 Mastoidektomi
- 20.7 Prosedur operatif lain pada telinga tengah dan mastoid
Dalam praktik klinis, diagnosis dan tindakan medis yang tepat akan ditentukan oleh dokter berdasarkan evaluasi komprehensif terhadap kondisi pasien. -
Article No. 15782 | 19 Apr 2025
Klinis : serumen
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Untuk kondisi serumen, kode ICD-10 dan ICD-9-CM procedure yang sesuai adalah sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: H61.2
- Deskripsi: Serumen di telinga
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 69.11
- Deskripsi: Ekstraksi serumen dari telinga
Penjelasan detail:
1. Kode ICD-10: H61.2 (Serumen di telinga)
- Kode ICD-10 H61.2 digunakan untuk mengkodekan kondisi klinis serumen di telinga.
- Serumen adalah akumulasi material lilin dan kotoran yang terbentuk secara alami di dalam saluran telinga. Meskipun serumen biasanya bersifat normal dan bermanfaat, akumulasi berlebihan dapat menyebabkan sumbatan telinga dan masalah pendengaran.
2. Kode ICD-9-CM Procedure: 69.11 (Ekstraksi serumen dari telinga)
- Kode ICD-9-CM 69.11 digunakan untuk mengkodekan prosedur medis ekstraksi serumen dari telinga.
- Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan sumbatan serumen dari saluran telinga, yang dapat mengganggu pendengaran atau menyebabkan infeksi.
- Ekstraksi serumen biasanya dilakukan dengan menggunakan alat khusus, seperti kuret atau syringe, untuk membuang serumen secara hati-hati tanpa merusak membran timpani.
Dengan menggunakan kode ICD-10 dan ICD-9-CM yang sesuai, perekam medis dapat dengan akurat mendokumentasikan diagnosis dan prosedur yang terkait dengan kondisi serumen pada pasien. -
Article No. 15783 | 19 Apr 2025
Klinis : Diagnosa Keperawatan yang muncul dan sesuai pada kasus ini dan sertakan etiologi nya adalah... Ny. R, umur 48 tahun seorang wanita pekerja dengan jumlah anak 2 orang, pasien bekerja sebagai seorang pegawai di institusi pemerintah di Jakarta, pasien beragama islam dan tinggal dengan suami dan anak-anak pasien. Pasien mengatakan nycri dada, irama jantung tidak teratur. Tanda-tanda vital : TD : 142/80 mmHg Nadi 78X/mnt, RR 18X/mnt. pasien dengan riwayat telah terpasang dilakukan ring sebanyak 2 buah. Pasien dijadwalkan Hd setiap senin kamis pagi, Hd biasanya dilakukan selama 5 jam dengan QB: 250ml QD: 500ml, heparin regular. Pasien mendapatkan obat minum sbb: CaCo3 3X1000 mgmicardis, eritropoetin 2000 ui 2 kali seminggu.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus Ny. R, umur 48 tahun.
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi Aktivitas
Etiologi:
- Penyakit kardiovaskular (riwayat pemasangan ring)
- Proses hemodialisis yang rutin dilakukan
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiak
Etiologi:
- Penyakit kardiovaskular (riwayat pemasangan ring)
- Ketidakstabilan hemodinamik selama hemodialisis
3. Risiko Perdarahan
Etiologi:
- Terapi antikoagulan (heparin) selama hemodialisis
- Penurunan faktor pembekuan darah akibat gagal ginjal
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk menentukan diagnosa keperawatan.
- Diagnosa keperawatan disusun berdasarkan pola fungsi kesehatan, tanda dan gejala, serta faktor penyebab (etiologi).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang ditetapkan oleh PPNI untuk mengukur hasil asuhan keperawatan yang diberikan.
- Luaran keperawatan yang diharapkan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditegakkan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang ditetapkan oleh PPNI untuk menentukan tindakan keperawatan yang perlu dilakukan.
- Intervensi keperawatan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan dan luaran keperawatan yang diharapkan.
Penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI secara komprehensif akan membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan berkualitas. -
Article No. 15784 | 19 Apr 2025
Klinis : Ny. Sugini Lugiati, seorang wanita berusia 71 tahun, tinggal seorang diri di Desa Belung, Kecamatan Poncokusumo. Sebagai ibu rumah tangga dengan latar belakang pendidikan SMA, ia kini menghadapi keluhan kesehatan yang mengganggu: perut bagian bawahnya terasa keras dan muncul benjolan saat batuk. Keluhan ini telah dirasakan sejak tiga hari terakhir, meski kondisinya membaik setelah berobat ke dokter. Hasil pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah 130/84 mmHg, nadi 74 kali/menit, suhu tubuh 36,7°C, dan frekuensi napas 22 kali/menit—relatif stabil, tetapi benjolan tersebut mengingatkannya pada riwayat operasi hernia spigelian yang telah dijalaninya empat kali sejak 2010, disertai operasi usus buntu dua kali. Ny. Sugini termasuk lansia yang mandiri. Skor 95 pada Indeks Barthel membuktikan kemampuannya mengurus diri sendiri, meski ia membatasi aktivitas berat seperti naik turun tangga untuk mencegah kekambuhan hernia. Pengetahuannya tentang penyakitnya cukup baik; ia paham bahwa hernia terjadi akibat usus yang turun dari posisinya dan disebabkan oleh aktivitas berat di masa lalu. Ia juga rutin menghindari makanan asin dan tinggi purin, meski memiliki kebiasaan menyukai rasa asin. Pola makannya teratur—nasi lunak tiga kali sehari—dengan berat badan 69 kg dan tinggi 144 cm. Di balik kemandiriannya, Ny. Sugini menghadapi tantangan psikologis ringan. Ia menganggap penyakitnya sebagai ujian dari Tuhan, keyakinan yang memberinya kekuatan. Meski tinggal sendiri, dukungan keluarga menjadi sistem pendukung utama. Interaksinya dengan orang lain baik, dan tidak ada tanda depresi atau kecemasan berat. Namun, ancaman kekambuhan hernia dan riwayat GERD serta asam urat membuatnya waspada. Pemeriksaan fisik menunjukkan kondisi umum yang baik, meski ada kekhawatiran pada abdomen: bising usus tidak terdengar, tetapi tidak ditemukan nyeri tekan atau massa. Kulitnya kering, dan ia menggunakan gigi palsu bagian atas. Pada sistem sensorik, pupil dan keseimbangannya normal, meski waktu tidurnya hanya 5 jam di malam hari ditambah 2 jam tidur siang.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Risiko komplikasi penyakit fisik berhubungan dengan riwayat operasi hernia spigelian dan usus buntu yang berulang.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan pembatasan aktivitas berat untuk mencegah kekambuhan hernia.
3. Kesiapan peningkatan pengetahuan berhubungan dengan pemahaman Ny. Sugini tentang penyakitnya yang cukup baik.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko komplikasi penyakit fisik:
- Tidak terjadi komplikasi penyakit fisik
- Pengenalan tanda bahaya dan kemampuan melakukan perawatan mandiri
- Pemantauan hasil pemeriksaan kesehatan secara teratur
2. Gangguan mobilitas fisik:
- Peningkatan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
- Pemeliharaan fungsi muskuloskeletal yang optimal
- Adaptasi terhadap pembatasan aktivitas untuk mencegah kekambuhan hernia
3. Kesiapan peningkatan pengetahuan:
- Pemahaman yang baik tentang penyakit, penyebab, dan penatalaksanaannya
- Kemampuan mengidentifikasi dan mengatasi faktor risiko
- Kepercayaan diri dalam mengelola penyakitnya secara mandiri
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko komplikasi penyakit fisik:
- Pemantauan tanda-tanda vital dan status umum pasien secara berkala
- Edukasi tentang tanda bahaya dan cara mengatasinya
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemeriksaan dan pengobatan lanjutan
2. Gangguan mobilitas fisik:
- Latihan fisik sesuai kemampuan untuk mempertahankan fungsi muskuloskeletal
- Advokasi untuk penyediaan alat bantu mobilitas yang sesuai
- Edukasi tentang teknik mobilisasi yang aman dan sesuai kondisi
3. Kesiapan peningkatan pengetahuan:
- Asesmen pengetahuan dan kesiapan pasien untuk belajar
- Edukasi tentang penyakit, penyebab, dan penatalaksanaan yang tepat
- Evaluasi pemahaman pasien dan identifikasi kebutuhan belajar lebih lanjut
Dengan pendekatan keperawatan yang komprehensif, diharapkan Ny. Sugini dapat mencapai kemandirian yang optimal, mencegah komplikasi penyakit, dan meningkatkan kualitas hidupnya sebagai lansia yang mandiri. -
Article No. 15785 | 19 Apr 2025
Klinis : Tadi pagi klien mimisan banyak dan oleh keluarga dibawa ke rumah sakit. Klien tampak lemah, mulut klien tampak kering dan wajahnya tampak kemerahan, klien juga mengatakan sakit kepala, perut terasa tidak enak dan terasa perih, nafas terasa sesak saat fase ekpirasi memanjang dengan penggunaan otot bantu nafas diafragma yang mendalam. Klien tampak lemah, klien mengeluh sangat haus, turgor kulit teraba panas dan merah. Tanda-tanda vital : tensi 100/ 60 mmHg, nadi 116 x/mnt, suhu 39OC, respirasi 22 x/mnt. Dokter minta Nn. N untuk diperiksa darahnya, pada hasil pemeriksaan darah didapatkan : Hb : 10 mg/dl Eritrosit : 4,5 µ/ L Leukosit : 3000/ mm3 HCT : 45% Trombosit : 80.000/mm3 IgM dengue : (+) Diagnosa medis sementara demam berdarah (uji torniket positif) Dokter memberikan terapi : - Infus RL guyur 500 cc dilanjutkan infuse RL 1500 cc/ 24 jam - Paracetamol 500mg 3 x 1 tab per oral - Cek trombosit setiap hari Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sehabis pulang camping dan mengalami demam. Klien mengatakan baru pertama kali masuk rumah sakit, sebelumnya klien tidak pernah menderita sakit sampai harus masuk rumah sakit seperti saat ini. Demikian juga dengan keluarga klien tidak ada yang pernah dirawat di Rumah Sakit, Sehingga saat ini klien dan keluarga merasa cemas dengan keadaan klien karena takut kalau klien tidak tertolong. Jika jam kunjung telah usai klien tampak sering meneteskan air mata, wajah tampak sedih.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi klien dapat didiagnosis dengan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R04.0
- Deskripsi: Epistaksis (mimisan)
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.04
- Deskripsi: Pemberian infus cairan intravena
Penjelasan detail:
Klien tampaknya mengalami episode mimisan yang banyak, disertai dengan tanda-tanda dehidrasi seperti mulut kering, wajah kemerahan, dan turgor kulit yang panas serta merah. Selain itu, klien juga mengeluhkan sakit kepala, gangguan gastrointestinal (perut tidak enak dan terasa perih), serta sesak napas dengan penggunaan otot bantu napas yang dalam. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan penurunan kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, hematokrit, dan trombosit, serta hasil positif untuk IgM dengue, yang menegakkan diagnosis sementara demam berdarah.
Dokter telah memberikan terapi yang sesuai, yaitu pemberian infus RL guyur 500 cc dilanjutkan dengan infus RL 1500 cc/24 jam, serta pemberian paracetamol 500 mg 3 kali sehari per oral. Pemantauan trombosit juga dilakukan setiap hari, yang merupakan pemeriksaan penting dalam penatalaksanaan kasus demam berdarah.
Klien dan keluarga tampak cemas dengan kondisi saat ini, terutama karena ini merupakan pengalaman pertama masuk rumah sakit. Dukungan emosional dan informasi yang jelas mengenai prognosis dan rencana perawatan akan sangat membantu dalam mengurangi kecemasan klien dan keluarga. -
Article No. 15786 | 19 Apr 2025
Klinis : Tadi pagi klien mimisan banyak dan oleh keluarga dibawa ke rumah sakit. Klien tampak lemah, mulut klien tampak kering dan wajahnya tampak kemerahan, klien juga mengatakan sakit kepala, perut terasa tidak enak dan terasa perih, nafas terasa sesak saat fase ekpirasi memanjang dengan penggunaan otot bantu nafas diafragma yang mendalam. Klien tampak lemah, klien mengeluh sangat haus, turgor kulit teraba panas dan merah. Tanda-tanda vital : tensi 100/ 60 mmHg, nadi 116 x/mnt, suhu 39OC, respirasi 22 x/mnt. Dokter minta Nn. N untuk diperiksa darahnya, pada hasil pemeriksaan darah didapatkan : Hb : 10 mg/dl Eritrosit : 4,5 µ/ L Leukosit : 3000/ mm3 HCT : 45% Trombosit : 80.000/mm3 IgM dengue : (+) Diagnosa medis sementara demam berdarah (uji torniket positif) Dokter memberikan terapi : - Infus RL guyur 500 cc dilanjutkan infuse RL 1500 cc/ 24 jam - Paracetamol 500mg 3 x 1 tab per oral - Cek trombosit setiap hari Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sehabis pulang camping dan mengalami demam. Klien mengatakan baru pertama kali masuk rumah sakit, sebelumnya klien tidak pernah menderita sakit sampai harus masuk rumah sakit seperti saat ini. Demikian juga dengan keluarga klien tidak ada yang pernah dirawat di Rumah Sakit, Sehingga saat ini klien dan keluarga merasa cemas dengan keadaan klien karena takut kalau klien tidak tertolong. Jika jam kunjung telah usai klien tampak sering meneteskan air mata, wajah tampak sedih.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan akibat perdarahan (mimisan) yang ditandai dengan tanda vital: TD 100/60 mmHg, nadi 116 x/mnt, suhu 39°C, respirasi 22 x/mnt, turgor kulit panas dan merah, mulut kering, dan urin yang sedikit.
2. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi yang pertama kali dialami oleh klien dan keluarga, ditandai dengan sering meneteskan air mata, wajah tampak sedih, dan pernyataan cemas akan keadaan klien.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Hipovolemia:
- SDKI: Berkurangnya volume cairan dalam tubuh yang dapat mengakibatkan gangguan pada perfusi dan oksigenasi jaringan.
- SLKI: Meningkatkan volume cairan dengan pemberian cairan IV, memantau tanda-tanda vital, dan mengobservasi jumlah perdarahan.
- SIKI: Melakukan perawatan pemberian cairan IV, pemantauan tanda-tanda vital, dan observasi perdarahan.
2. Kecemasan:
- SDKI: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
- SLKI: Memberikan dukungan emosional, mengidentifikasi penyebab kecemasan, dan melibatkan keluarga dalam perawatan.
- SIKI: Memberikan konseling, mendengarkan keluhan, dan melibatkan keluarga dalam proses perawatan.
Dalam kondisi ini, perawat harus fokus pada penanganan hipovolemia melalui pemberian cairan IV, pemantauan tanda-tanda vital, dan observasi perdarahan. Selain itu, perawat juga harus memberikan dukungan emosional kepada klien dan keluarga untuk mengatasi kecemasan yang dirasakan. -
Article No. 15787 | 19 Apr 2025
Klinis : Tadi pagi klien mimisan banyak dan oleh keluarga dibawa ke rumah sakit. Klien tampak lemah, mulut klien tampak kering dan wajahnya tampak kemerahan, klien juga mengatakan sakit kepala, perut terasa tidak enak dan terasa perih, nafas terasa sesak saat fase ekpirasi memanjang dengan penggunaan otot bantu nafas diafragma yang mendalam. Klien tampak lemah, klien mengeluh sangat haus, turgor kulit teraba panas dan merah. Tanda-tanda vital : tensi 100/ 60 mmHg, nadi 116 x/mnt, suhu 39OC, respirasi 22 x/mnt. Dokter minta Nn. N untuk diperiksa darahnya, pada hasil pemeriksaan darah didapatkan : Hb : 10 mg/dl Eritrosit : 4,5 µ/ L Leukosit : 3000/ mm3 HCT : 45% Trombosit : 80.000/mm3 IgM dengue : (+) Diagnosa medis sementara demam berdarah (uji torniket positif) Dokter memberikan terapi : - Infus RL guyur 500 cc dilanjutkan infuse RL 1500 cc/ 24 jam - Paracetamol 500mg 3 x 1 tab per oral - Cek trombosit setiap hari Ibu klien mengatakan bahwa anaknya sehabis pulang camping dan mengalami demam. Klien mengatakan baru pertama kali masuk rumah sakit, sebelumnya klien tidak pernah menderita sakit sampai harus masuk rumah sakit seperti saat ini. Demikian juga dengan keluarga klien tidak ada yang pernah dirawat di Rumah Sakit, Sehingga saat ini klien dan keluarga merasa cemas dengan keadaan klien karena takut kalau klien tidak tertolong. Jika jam kunjung telah usai klien tampak sering meneteskan air mata, wajah tampak sedih.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output SLKI, dan intervensi keperawatan SIKI yang sesuai untuk kondisi yang Anda deskripsikan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui perdarahan dan demam, ditandai dengan mulut kering, turgor kulit menurun, dan takikardia.
2. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan panas dan dehidrasi.
3. Ansietas berhubungan dengan pengalaman pertama masuk rumah sakit dan takut akan kondisi yang dialami, ditandai dengan sering meneteskan air mata dan wajah tampak sedih.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan akibat perdarahan dan demam.
Luaran/Output SLKI:
1. Defisit Volume Cairan:
- Hidrasi yang adekuat
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
2. Risiko Kerusakan Integritas Kulit:
- Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
- Kulit tetap utuh dan lembab
3. Ansietas:
- Klien dapat mengungkapkan perasaan cemas
- Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi
- Klien tampak tenang dan rileks
4. Intoleransi Aktivitas:
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal
- Tidak ada tanda-tanda kelelahan saat beraktivitas
- Klien tampak bugar dan segar
Intervensi Keperawatan SIKI:
1. Defisit Volume Cairan:
- Pantau tanda-tanda vital
- Lakukan terapi cairan sesuai resep dokter
- Edukasi klien dan keluarga tentang pentingnya hidrasi
- Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi terapi cairan
2. Risiko Kerusakan Integritas Kulit:
- Observasi kulit secara berkala
- Lakukan perawatan kulit secara lembut dan hati-hati
- Jaga suhu tubuh tetap normal
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat topikal jika diperlukan
3. Ansietas:
- Identifikasi penyebab kecemasan klien
- Berikan dukungan emosional dan buat lingkungan yang tenang
- Ajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam dan visualisasi
- Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan
4. Intoleransi Aktivitas:
- Evaluasi kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
- Bantu klien dalam beraktivitas sesuai toleransinya
- Anjurkan klien untuk beristirahat saat merasa lelah
- Berikan edukasi tentang manajemen energi
Penjelasan rinci mengenai setiap poin di atas telah saya berikan. Semoga informasi ini dapat membantu Anda dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk klien dengan kondisi tersebut. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 15788 | 19 Apr 2025
Klinis : Klien lansia Tn. J saat dilakukan pengkajian mengatakan nyeri kepala nyut-nyutan sampai tengkuk, pegal-pegal diseluruh badan. Kadang ada terasa kesemutan dijari-jari tangan maupun pada kaki. Klien mengatkan diberikan obat hipertensi oleh dokter tapi tidak diminum karena perut menjadi tidak nyaman amlodipin 1 x 10 mg tiap pagi, bisoprolol 1x5mg setiap pagi, diltilazem 1x1 tab setiap malam dan candasartan 1x 8 mg tiap malam. Pengkajian nyeri PQRST. P : Nyeri kepala dirasakan bila sedang banyak pikiran Q : nyeri nyut-nyutan R : Nyeri dirasakan pada kepala sampai tengkuk S : Skala Nyeri 3 (NRS : 0-10) T : Nyeri dirasakan hilang timbul
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai dengan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronis Berhubungan dengan Penyakit Hipertensi
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Nyeri kronis adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
- Kriteria mayor: Klien menggambarkan atau menunjukkan nyeri yang terus-menerus atau intermiten.
- Kriteria minor: Klien menunjukkan perubahan tanda-tanda vital, perubahan ekspresi wajah, perubahan pola tidur, dan perubahan perilaku.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Tujuan: Klien dapat mengontrol nyeri.
- Kriteria hasil: Klien melaporkan nyeri terkontrol, klien mendemonstrasikan penggunaan teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri, dan klien menunjukkan perilaku yang berhubungan dengan penurunan nyeri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Manajemen Nyeri, Terapi Komplementer, Edukasi Kesehatan.
- Kegiatan: Mengkaji nyeri, memantau efektivitas intervensi, mengajarkan teknik relaksasi, dan memberikan informasi tentang penyebab dan pengelolaan nyeri.