Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 22303 | 22 Oct 2025
Klinis : Suhu : 38,30C
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Hipertermia
Kode SDKI: D.0130
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Hipertermia, dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), didefinisikan sebagai kondisi di mana suhu tubuh individu meningkat di atas rentang normal tubuh. Kondisi ini merupakan respons fisiologis yang kompleks dan sering kali menjadi indikator adanya suatu proses patologis dalam tubuh, seperti infeksi atau inflamasi. Penting untuk membedakan hipertermia (sering disebut sebagai demam) dengan hipertermia maligna atau heatstroke, di mana peningkatan suhu tubuh terjadi akibat kegagalan mekanisme termoregulasi pusat tanpa adanya perubahan pada set-point hipotalamus. Dalam konteks keperawatan umum, diagnosis Hipertermia (D.0130) mencakup peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh proses penyakit (misalnya, pelepasan pirogen endogen) atau faktor eksternal yang membebani kemampuan tubuh untuk melepaskan panas.
Pusat termoregulasi tubuh terletak di hipotalamus anterior. Pusat ini berfungsi seperti termostat yang menjaga suhu inti tubuh dalam rentang yang sangat sempit, biasanya antara 36,5°C hingga 37,5°C. Ketika tubuh terpapar oleh zat pirogenik, baik yang berasal dari luar (eksogen) seperti bakteri, virus, dan toksinnya, maupun dari dalam (endogen) seperti sitokin (interleukin-1, interleukin-6, tumor necrosis factor), hipotalamus akan merespons dengan menaikkan 'set-point' suhunya. Sebagai akibatnya, tubuh akan menganggap suhu normal saat itu sebagai kondisi 'dingin'. Untuk mencapai set-point yang baru dan lebih tinggi ini, tubuh mengaktifkan serangkaian mekanisme untuk menghasilkan dan mengonservasi panas. Mekanisme ini termasuk vasokonstriksi perifer (penyempitan pembuluh darah di kulit untuk mengurangi pelepasan panas), piloereksi (merinding), dan yang paling jelas adalah menggigil (kontraksi otot ritmis yang menghasilkan panas). Proses inilah yang menyebabkan pasien merasa kedinginan dan menggigil pada fase awal demam, meskipun suhu tubuhnya sebenarnya sedang meningkat.
Penyebab hipertermia sangat beragam. Penyebab yang paling umum adalah proses infeksi, di mana sistem imun tubuh melepaskan pirogen endogen untuk melawan patogen. Selain itu, dehidrasi dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk mendinginkan diri melalui keringat, sehingga menyebabkan peningkatan suhu. Faktor lingkungan seperti paparan panas yang berlebihan (misalnya, bekerja di luar ruangan saat cuaca panas) atau penggunaan pakaian yang tidak sesuai juga dapat menjadi pemicu. Peningkatan laju metabolisme, seperti yang terjadi pada kondisi hipertiroidisme atau setelah aktivitas fisik yang berat, juga dapat meningkatkan produksi panas internal. Pada neonatus, penggunaan inkubator yang tidak diatur dengan benar dapat menyebabkan hipertermia iatrogenik. Respon terhadap trauma atau pembedahan juga dapat memicu respons inflamasi yang menyebabkan demam.
Gejala dan tanda mayor untuk diagnosis ini sangat spesifik, yaitu suhu tubuh yang terukur di atas nilai normal. Data objektif ini adalah penegak utama diagnosis. Sementara itu, gejala dan tanda minor bersifat lebih bervariasi dan mendukung diagnosis. Secara objektif, perawat dapat mengobservasi kulit pasien yang tampak kemerahan (flushing) akibat vasodilatasi saat tubuh mencoba melepaskan panas berlebih, kulit yang terasa hangat saat disentuh, peningkatan frekuensi denyut nadi (takikardi), dan peningkatan frekuensi pernapasan (takipnea). Peningkatan laju metabolisme akibat demam meningkatkan kebutuhan oksigen tubuh, yang dikompensasi dengan peningkatan laju jantung dan pernapasan. Pada kasus demam yang sangat tinggi, terutama pada anak-anak, kejang demam dapat terjadi. Secara subjektif, pasien mungkin tidak melaporkan keluhan spesifik selain perasaan tidak nyaman secara umum, namun observasi objektif oleh perawat menjadi kunci.
Kondisi klinis yang sering terkait dengan hipertermia meliputi berbagai jenis infeksi (bakteri, virus, jamur), penyakit autoimun, kanker (demam sebagai bagian dari sindrom paraneoplastik), stroke (terutama yang melibatkan hipotalamus), dehidrasi berat, dan kondisi endokrin seperti krisis tiroid. Pada populasi bayi, terutama prematur, sistem termoregulasi yang belum matang membuat mereka sangat rentan terhadap perubahan suhu lingkungan dan infeksi. Oleh karena itu, pemantauan suhu yang ketat pada populasi ini sangatlah krusial. Penegakan diagnosis keperawatan Hipertermia memerlukan pengkajian yang cermat, tidak hanya pada pengukuran suhu, tetapi juga pada pengenalan tanda dan gejala penyerta serta identifikasi faktor penyebab yang mendasarinya. Hal ini penting karena intervensi keperawatan tidak hanya ditujukan untuk menurunkan suhu, tetapi juga untuk mengatasi penyebab dan mencegah komplikasi lebih lanjut seperti dehidrasi berat, kerusakan seluler, atau gangguan keseimbangan elektrolit.Kode SLKI: L.14134
Luaran yang Diharapkan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan Termoregulasi membaik. Kriteria hasil yang diharapkan adalah suhu tubuh kembali ke rentang normal (36,5-37,5°C), frekuensi nadi dan pernapasan dalam batas normal sesuai usia, dan tidak ada tanda-tanda komplikasi seperti kejang. Pasien akan menunjukkan tanda-tanda kenyamanan, seperti hilangnya rasa menggigil dan kulit tidak lagi terasa panas atau tampak kemerahan. Turgor kulit membaik, menunjukkan status hidrasi yang adekuat. Pasien atau keluarga mampu memahami cara-cara sederhana untuk mengelola demam di rumah.
Kode SIKI: I.15506
Intervensi Utama
Article No. 22305 | 22 Oct 2025
Klinis : retensi urin
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Gagal mendapatkan konten dari API. Cek log server atau API Key.
Article No. 22306 | 22 Oct 2025
Klinis : retensi urin
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10:
Kondisi: Retensi Urin
Kode ICD-10: R33
Deskripsi Singkat : Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih sepenuhnya atau sama sekali. Kondisi ini dapat bersifat akut (terjadi tiba-tiba dan menyakitkan) atau kronis (berkembang secara bertahap). Penyebabnya bisa berupa obstruksi (sumbatan) pada saluran kemih, seperti pembesaran prostat (BPH), penyempitan uretra, atau batu, maupun non-obstruktif seperti kelemahan otot kandung kemih atau gangguan persarafan. Kode ICD-10 R33 termasuk dalam Bab XVIII yang mencakup gejala, tanda, dan temuan abnormal yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Kode ini digunakan ketika "retensi urin" menjadi diagnosis utama atau gejala yang signifikan tanpa penyebab pasti yang telah ditegakkan. Jika penyebab dasarnya diketahui, maka kondisi tersebut yang akan menjadi diagnosis primer.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti kodifikasi resmi oleh profesional medis.***
Article No. 22307 | 22 Oct 2025
Klinis : retensi urin
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Retensi Urin
Kode SDKI: D.0050
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Retensi urin, dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), didefinisikan sebagai pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas. Kondisi ini merupakan salah satu masalah eliminasi yang umum ditemui dalam praktik klinis dan dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan hingga keadaan darurat medis yang mengancam jiwa. Secara fundamental, retensi urin terjadi ketika urin yang diproduksi oleh ginjal dan disimpan di kandung kemih tidak dapat dikeluarkan secara efektif, menyebabkan penumpukan volume urin yang signifikan. Kondisi ini dapat bersifat akut maupun kronis. Retensi urin akut adalah ketidakmampuan total untuk berkemih yang terjadi secara tiba-tiba, sering kali disertai nyeri hebat di area suprapubik dan distensi kandung kemih yang jelas. Ini dianggap sebagai kegawatdaruratan urologis yang memerlukan intervensi segera, biasanya melalui kateterisasi, untuk mencegah komplikasi serius seperti kerusakan ginjal. Sebaliknya, retensi urin kronis berkembang secara bertahap. Pasien mungkin masih bisa berkemih, tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sepenuhnya. Gejalanya sering kali lebih samar, seperti aliran urin yang lemah, perasaan tidak tuntas setelah berkemih, frekuensi berkemih yang meningkat (terutama di malam hari/nokturia), dan inkontinensia aliran berlebih (overflow incontinence), di mana kandung kemih yang terlalu penuh menyebabkan urin menetes tanpa disadari.
Penyebab retensi urin sangat bervariasi dan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori utama. Penyebab obstruktif adalah yang paling umum, terutama pada pria lanjut usia. Pembesaran prostat jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH) secara mekanis menekan uretra, mempersempit jalan keluar urin. PenyArticle No. 22308 | 22 Oct 2025
Klinis : retensi urin
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Retensi Urin
Kode SDKI: D.0050
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Retensi urin adalah kondisi klinis yang didefinisikan sebagai pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas. Ini merupakan suatu gangguan pada fungsi eliminasi urin di mana individu tidak mampu mengeluarkan seluruh urin dari kandung kemih, atau bahkan tidak mampu berkemih sama sekali (anuria) meskipun kandung kemih sudah terisi penuh. Kondisi ini dapat bersifat akut, yang terjadi secara tiba-tiba dan seringkali menyakitkan, atau kronis, yang berkembang secara bertahap dalam jangka waktu yang lama dan mungkin tidak menimbulkan gejala yang signifikan pada awalnya. Secara fisiologis, proses berkemih (miksi) adalah proses kompleks yang melibatkan koordinasi antara sistem saraf otonom dan somatik, otot detrusor kandung kemih, serta sfingter uretra internal dan eksternal. Gangguan pada salah satu komponen ini dapat menyebabkan retensi urin.
Penyebab retensi urin sangat bervariasi dan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori utama. Pertama, peningkatan tekanan uretra akibat obstruksi mekanis adalah penyebab yang paling umum. Pada pria, kondisi seperti hiperplasia prostat jinak (BPH), striktur uretra (penyempitan saluran kemih), atau kanker prostat dapat menyumbat aliran urin. Pada wanita, prolaps organ panggul (sistokel) atau massa di panggul juga dapat menekan uretra. Penyebab obstruksi lainnya yang dapat terjadi pada kedua jenis kelamin termasuk batu di kandung kemih atau uretra, serta bekuan darah.
Kedua, kerusakan pada arkus refleks, yang merupakan jalur saraf yang mengontrol kontraksi kandung kemih, dapat menyebabkan kandung kemih neurogenik tipe flasid. Kondisi ini sering dikaitkan dengan cedera medula spinalis, spina bifida, atau komplikasi dari diabetes melitus (neuropati diabetik). Saraf yang bertanggung jawab untuk mengirim sinyal dari kandung kemih ke otak dan sebaliknya menjadi terganggu, sehingga otot detrusor tidak menerima sinyal untuk berkontraksi secara efektif, mengakibatkan urin tertahan.
Ketiga, blokade sfingter atau dissinergia detrusor-sfingter, di mana terjadi kontraksi sfingter uretra yang tidak sinkron saat otot detrusor berkontraksi. Kondisi ini sering ditemukan pada pasien dengan cedera tulang belakang atau sklerosis multipel. Akibatnya, "pintu keluar" urin tetap tertutup meskipun kandung kemih berusaha untuk mengosongkan isinya.
Keempat, efek dari agen farmakologis juga merupakan penyebab umum. Banyak obat yang dapat mengganggu fungsi kandung kemih, seperti antikolinergik (misalnya, beberapa antidepresan dan antihistamin), opioid, anestesi, dan agonis alfa-adrenergik. Obat-obatan ini dapat melemahkan kontraksi otot detrusor atau meningkatkan tonus sfingter uretra, sehingga menghambat proses berkemih.
Diagnosis keperawatan retensi urin ditegakkan berdasarkan data subjektif dan objektif. Gejala dan tanda mayor yang bersifat subjektif adalah adanya sensasi kandung kemih penuh yang tidak nyaman. Secara objektif, pasien mungkin mengalami disuria (nyeri saat berkemih) atau anuria (tidak ada produksi urin sama sekali dalam periode tertentu), serta terabanya distensi kandung kemih saat palpasi abdomen bawah. Gejala dan tanda minor yang dapat menyertai termasuk *dribbling* (urin menetes setelah selesai berkemih), inkontinensia aliran berlebih (*overflow incontinence*), di mana kandung kemih yang terlalu penuh menyebabkan urin bocor tanpa disadari, frekuensi berkemih yang menurun, dan pada pemeriksaan penunjang seperti *bladder scan*, ditemukan volume residu urin yang meningkat secara signifikan setelah berkemih.
Kondisi klinis yang sering terkait dengan retensi urin meliputi trauma pada jalan lahir, pasca operasi (terutama operasi panggul atau abdomen bawah), infeksi saluran kemih (ISK) yang parah, dan berbagai kondisi neurologis seperti stroke, penyakit Parkinson, dan cedera kepala. Penatalaksanaan yang tidak adekuat terhadap retensi urin dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk infeksi saluran kemih berulang, kerusakan permanen pada otot kandung kemih, pembentukan batu kandung kemih, hidronefrosis (pembengkakan ginjal akibat penumpukan urin), dan pada akhirnya, gagal ginjal kronis. Oleh karena itu, identifikasi dini dan intervensi yang tepat oleh perawat sangat krusial untuk mencegah morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup pasien.Kode SLKI: L.04034
Luaran yang Diharapkan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan **Eliminasi Urin** membaik, dengan kriteria hasil:
- Sensasi berkemih meningkat
- Distensi kandung kemih menurun
- Residu urin setelah berkemih menurun
- Frekuensi buang air kecil (BAK) membaik
- Karakteristik urin (warna, kejernihan
-
Article No. 22309 | 22 Oct 2025
Klinis : retensi urin
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Retensi Urin
Kode SDKI: D.0050
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Retensi urin, dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), didefinisikan sebagai pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas. Kondisi ini merupakan masalah klinis yang umum terjadi dan dapat bersifat akut maupun kronis, yang menandakan ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan seluruh urin dari kandung kemih secara volunter. Secara fisiologis, proses berkemih (miksi) adalah proses kompleks yang melibatkan koordinasi antara sistem saraf pusat dan perifer, otot detrusor kandung kemih, serta sfingter uretra internal dan eksternal. Gangguan pada salah satu komponen ini dapat menyebabkan retensi urin. Retensi urin akut adalah kondisi darurat medis yang ditandai dengan ketidakmampuan total untuk berkemih secara tiba-tiba, disertai nyeri hebat di area suprapubik akibat distensi kandung kemih yang cepat. Sebaliknya, retensi urin kronis berkembang secara bertahap, seringkali tanpa disadari oleh pasien. Pasien mungkin masih bisa berkemih, tetapi tidak tuntas, sehingga menyisakan volume residu urin (Post-Void Residual/PVR) yang signifikan di dalam kandung kemih. Kondisi kronis ini seringkali tidak menimbulkan nyeri hebat, namun dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang yang serius.
Penyebab retensi urin sangat bervariasi dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama: obstruktif, non-obstruktif (neurologis atau miogenik), dan farmakologis. Penyebab obstruktif adalah yang paling umum, di mana terdapat sumbatan fisik pada aliran keluar urin dari kandung kemih. Pada pria, penyebab tersering adalah hiperplasia prostat jinak (BPH), kanker prostat, dan striktur uretra. Pada wanita, prolaps organ panggul (sistokel), massa panggul (misalnya, fibroid rahim), atau impaksi feses dapat menekan uretra. Penyebab non-obstruktif melibatkan gangguan pada fungsi otot atau persarafan kandung kemih. Kerusakan arkus refleks yang mengontrol miksi, seperti pada cedera medula spinalis, stroke, sklerosis multipel, atau neuropati diabetik, dapat menyebabkan kandung kemih menjadi atonik atau hipotonik, sehingga kehilangan kemampuan untuk berkontraksi secara efektif. Kerusakan otot detrusor itu sendiri (miogenik) juga dapat terjadi akibat peregangan berlebihan yang berkepanjangan pada retensi kronis. Terakhir, berbagai jenis obat-obatan dapat memicu atau memperburuk retensi urin. Obat dengan efek antikolinergik (misalnya, antidepresan trisiklik, antihistamin), opioid, alfa-adrenergik agonis (dekongestan), dan anestesi (terutama spinal atau epidural) dapat mengganggu kontraksi otot detrusor atau meningkatkan tonus sfingter uretra.
Gejala dan tanda mayor dari retensi urin yang harus diidentifikasi oleh perawat meliputi sensasi kandung kemih penuh yang dirasakan oleh pasien, ketidakmampuan atau kesulitan memulai dan mempertahankan aliran urin (disuria), serta adanya distensi kandung kemih yang dapat dipalpasi atau diperkusi di area suprapubik. Tanda dan gejala minor yang menyertai bisa berupa urin yang menetes setelah selesai berkemih (dribbling), inkontinensia luapan (overflow incontinence) di mana urin bocor tanpa disadari karena kandung kemih terlalu penuh, peningkatan frekuensi berkemih dalam jumlah sedikit, dan nokturia (sering terbangun di malam hari untuk berkemih). Pengukuran volume residu urin menggunakan pemindai kandung kemih (bladder scanner) atau kateterisasi intermiten adalah alat diagnostik kunci untuk mengkonfirmasi diagnosis.
Kondisi klinis yang sering terkait dengan retensi urin mencakup berbagai spektrum penyakit, mulai dari kondisi urologis seperti BPHArticle No. 22310 | 22 Oct 2025
Klinis : defisit nutrisi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Defisit Nutrisi
Kode SDKI: D.0019
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Defisit Nutrisi, dengan kode diagnosis D.0019 dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), didefinisikan sebagai kondisi di mana asupan nutrisi individu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Ini adalah masalah keperawatan yang fundamental dan sering ditemui di berbagai tatanan klinis, mulai dari perawatan akut di rumah sakit hingga perawatan komunitas dan jangka panjang. Ketidakcukupan nutrisi dapat berdampak signifikan terhadap proses penyembuhan, fungsi imun, kekuatan otot, dan kualitas hidup secara keseluruhan. Memahami diagnosis ini secara mendalam sangat penting bagi perawat untuk dapat melakukan pengkajian yang akurat, merumuskan intervensi yang efektif, dan mengevaluasi luaran pasien.
Penyebab defisit nutrisi bersifat multifaktorial dan dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori utama. Pertama, ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan adalah penyebab umum, sering kali terkait dengan kondisi neurologis seperti stroke, penyakit Parkinson, atau cedera kepala yang mengganggu fungsi otot menelan (disfagia). Gangguan struktural pada rongga mulut atau esofagus, seperti sariawan berat, kanker mulut, atau striktur esofagus, juga dapat menghalangi proses menelan. Kedua, ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien, yang sering terjadi pada kondisi gastrointestinal seperti penyakit Crohn, sindrom usus pendek, atau setelah operasi bariatrik, menyebabkan nutrien yang dikonsumsi tidak dapat diserap secara efisien oleh tubuh. Ketiga, peningkatan kebutuhan metabolisme akibat kondisi hipermetabolik seperti luka bakar luas, infeksi berat (sepsis), kanker, atau trauma mayor, menuntut asupan kalori dan protein yang jauh lebih tinggi dari biasanya, yang seringkali sulit dipenuhi melalui asupan oral saja. Keempat, faktor psikologis seperti depresi, ansietas, atau gangguan makan (misalnya, anoreksia nervosa) dapat secara drastis mengurangi nafsu makan dan minat terhadap makanan. Terakhir, faktor ekonomi dan sosial, seperti kemiskinan, kurangnya akses terhadap makanan bergizi, atau isolasi sosial pada lansia, juga merupakan kontributor signifikan terhadap terjadinya defisit nutrisi.
Untuk menegakkan diagnosis ini, perawat harus mampu mengidentifikasi gejala dan tanda mayor serta minor. Tanda mayor objektif yang paling utama adalah penurunan berat badan minimal 10% di bawah rentang ideal. Ini adalah indikator kunci yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan energi yang signifikan dalam jangka waktu tertentu. Tanda dan gejala minor memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Secara subjektif, pasien mungkin mengeluh cepat merasa kenyang setelah makan, mengalami kram atau nyeri abdomen, dan melaporkan penurunan nafsu makan yang signifikan. Secara objektif, perawat dapat mengobservasi berbagai tanda klinis. Bising usus yang hiperaktif bisa menjadi indikasi malabsorbsi atau diare. Kelemahan pada otot pengunyah dan menelan dapat diamati selama proses makan. Pemeriksaan fisik mungkin menunjukkan membran mukosa yang pucat (tanda anemia), sariawan di mulut, rambut yang rontok secara berlebihan, dan kulit kering. Data laboratorium juga sangat penting; penurunan kadar serum albumin atau prealbumin merupakan indikator biokimia dari malnutrisi protein.
Pengkajian keperawatan yang komprehensif untuk defisit nutrisi melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber. Riwayat kesehatan pasien, termasuk kondisi medis yang ada, riwayat pembedahan, dan penggunaan obat-obatan, harus ditinjau. Pengkajian dietetik, seperti riwayat makan 24 jam atau catatan harian makanan, membantu mengestimasi asupan kalori dan nutrien. Pengukuran antropometri, termasuk berat badan, tinggi badan untuk menghitung Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar lengan atas (LILA), dan tebal lipatan kulit, memberikan data objektif tentang status gizi pasien.
Dampak dari defisit nutrisi yang tidak tertangani sangat merugikan. Pasien akan mengalami penyembuhan luka yang lambat, peningkatan kerentanan terhadap infeksi karena fungsi imun yang terganggu, kehilangan massa otot (sarkopenia) yang menyebabkan kelemahan dan penurunan mobilitas, serta peningkatan risiko komplikasi pascaoperasi. Secara keseluruhan, kondisi ini berkorelasi dengan durasi rawat inap yang lebih lama, peningkatan biaya perawatan kesehatan, dan angka mortalitas yang lebih tinggi. Oleh karena itu, identifikasi dini dan intervensi yang tepat waktu adalah krusial. Peran perawat tidak hanya terbatas pada identifikasi masalah, tetapi juga pada implementasi intervensi kolaboratif dengan tim kesehatan lain, terutama ahli gizi dan dokter, untuk merancang rencana nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan individual pasien.
Kode SLKI: L.03030
Luaran yang Diharapkan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan Status Nutrisi Membaik, dengan kriteria hasil:
- Porsi makan yang di
-
Article No. 22311 | 22 Oct 2025
Klinis : risiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Risiko Infeksi
Kode SDKI: D.0142
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Risiko Infeksi didefinisikan sebagai kondisi di mana seorang individu berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Diagnosis ini tidak menunjukkan bahwa infeksi telah terjadi, melainkan adanya faktor-faktor risiko yang membuat individu tersebut sangat rentan terhadap invasi dan multiplikasi mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. Penegakan diagnosis ini bersifat antisipatif, bertujuan untuk mengidentifikasi kerentanan dan menerapkan langkah-langkah pencegahan sebelum infeksi benar-benar terjadi. Pemahaman mendalam mengenai konsep ini sangat penting dalam praktik keperawatan karena pencegahan infeksi adalah salah satu pilar utama dalam menjaga keselamatan pasien (patient safety).
Untuk memahami risiko infeksi, penting untuk meninjau kembali rantai infeksi, yang terdiri dari enam komponen: agen infeksius, reservoir, portal keluar (portal of exit), cara penularan (mode of transmission), portal masuk (portal of entry), dan pejamu yang rentan (susceptible host). Intervensi keperawatan yang efektif berfokus pada pemutusan satu atau lebih mata rantai ini. Diagnosis "Risiko Infeksi" secara spesifik menyoroti kerentanan pada komponen keenam, yaitu pejamu.
Kerentanan pejamu dapat disebabkan oleh kegagalan atau ketidakadekuatan sistem pertahanan tubuh. Sistem pertahanan tubuh manusia terbagi menjadi dua garis utama: pertahanan primer (non-spesifik) dan pertahanan sekunder (spesifik dan non-spesifik).
1. **Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh Primer:** Ini adalah baris pertahanan pertama tubuh. Faktor risiko yang termasuk dalam kategori ini adalah:
* **Kerusakan Integritas Kulit:** Kulit adalah barier fisik terbesar dan paling efektif melawan mikroorganisme. Setiap kerusakan pada kulit, seperti luka bedah, luka bakar, ulkus dekubitus, atau lokasi pemasangan alat invasif (misalnya, kateter intravena, kateter urin), menciptakan portal masuk langsung bagi patogen.
* **Gangguan Peristaltik:** Gerakan peristaltik usus yang normal membantu mengeluarkan patogen dari saluran pencernaan. Kondisi seperti ileus paralitik dapat menyebabkan stasis, memungkinkan bakteri untuk berkembang biak.
* **Kerusakan Jaringan/Mukosa:** Membran mukosa yang melapisi saluran pernapasan, pencernaan, dan genitourinaria juga merupakan barier penting. Kerusakan akibat trauma, bahan kimia, atau kekeringan dapat mengganggu fungsinya.
* **Cairan Tubuh Statis:** Stasis cairan tubuh, seperti urin di kandung kemih akibat retensi atau sekresi paru yang tidak dapat dikeluarkan, menjadi media kultur yang ideal bagi pertumbuhan bakteri.
* **Perubahan pH Sekresi:** pH asam pada vagina dan lambung bersifat bakterisidal. Perubahan pH akibat penggunaan obat-obatan (misalnya, antasida) atau kondisi medis lain dapat mengurangi efektivitas pertahanan ini.
2. **Ketidakadekuatan Pertahanan Tubuh Sekunder:** Jika patogen berhasil menembus pertahanan primer, pertahanan sekunder akan diaktifkan. Ini melibatkan respons inflamasi dan sistem imun. Faktor risiko yang melemahkan pertahanan ini meliputi:
* **Penurunan Hemoglobin/Anemia:** Oksigenasi jaringan yang adekuat penting untuk fungsi sel-sel imun, terutama fagosit. Anemia dapat mengganggu proses penyembuhan luka dan respons imun.
* **Imunosupresi:** Ini adalah penekanan sistem imun, baik yang disengaja (iatrogenik) melalui obat-obatan seperti kortikosteroid atau kemoterapi, maupun akibat penyakit seperti HIV/AIDS atau kanker (misalnya, leukemia).
* **Leukopenia/Neutropenia:** Penurunan jumlah sel darah putih, terutama neutrofil, secara drastis mengurangi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi bakteri.
* **Vaksinasi Tidak Adekuat:** Imunitas yang didapat melalui vaksinasi memberikan perlindungan spesifik terhadap patogen tertentu. Kurangnya imunisasi membuat individu rentan terhadap penyakit yang seharusnya dapat dicegah.
Selain faktor internal peArticle No. 22312 | 22 Oct 2025
Klinis : risiko infeksi terkait pemasangan kateter
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Risiko Infeksi
Kode SDKI: D.0142
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Risiko Infeksi didefinisikan sebagai kondisi di mana seorang individu berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Diagnosis ini tidak menunjukkan adanya infeksi yang sedang berlangsung, melainkan mengidentifikasi adanya faktor-faktor risiko yang membuat pasien rentan terhadap invasi dan multiplikasi mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, atau parasit. Dalam konteks keperawatan, diagnosis ini sangat penting karena bersifat proaktif, memungkinkan perawat untuk mengimplementasikan tindakan pencegahan sebelum infeksi terjadi, sehingga meningkatkan keselamatan pasien dan mengurangi morbiditas, mortalitas, serta biaya perawatan kesehatan.
Faktor risiko utama yang terkait dengan diagnosis ini adalah efek dari prosedur invasif, seperti pemasangan kateter. Prosedur invasif secara inheren merusak atau melewati barier pertahanan alami tubuh. Tubuh manusia memiliki sistem pertahanan yang luar biasa, dimulai dari lapisan pertahanan pertama yaitu kulit dan membran mukosa yang utuh. Lapisan ini berfungsi sebagai penghalang fisik yang mencegah masuknya patogen. Ketika sebuah kateter (baik kateter urin, kateter intravena perifer, maupun kateter vena sentral) dimasukkan, integritas barier ini dilanggar, menciptakan sebuah portal atau jalan masuk langsung bagi mikroorganisme dari lingkungan eksternal ke dalam jaringan steril atau aliran darah.
Secara spesifik, pemasangan kateter urin (kateter Foley) menciptakan jalur langsung dari area perineum, yang secara alami dikolonisasi oleh bakteri seperti *Escherichia coli*, ke dalam kandung kemih yang seharusnya steril. Hal ini secara signifikan meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kemih Terkait Kateter (ISK-TK) atau *Catheter-Associated Urinary Tract Infection* (CAUTI). Mikroorganisme dapat masuk saat insersi jika teknik aseptik tidak dijaga, atau selama kateter terpasang melalui migrasi ekstraluminal (di sepanjang permukaan luar kateter) atau intraluminal (melalui lumen kateter yang terkontaminasi). Selain itu, kateter itu sendiri bertindak sebagai benda asing yang dapat memicu respons inflamasi dan menjadi tempat terbentuknya biofilm, yaitu komunitas mikroorganisme yang melekat pada permukaan kateter dan diselimuti oleh matriks polimer ekstraseluler. Biofilm ini melindungi bakteri dari sistem imun pejamu dan antibiotik, membuat infeksi lebih sulit untuk diatasi.
Demikian pula, kateter intravena (IV), baik perifer maupun sentral, menembus kulit dan memberikan akses langsung ke sistem vaskular. Hal ini menimbulkan risiko Infeksi Aliran Darah Terkait Kateter (*Catheter-Related Bloodstream Infection* - CRBSI) atau Infeksi Aliran Darah Terkait Jalur Sentral (*Central Line-Associated Bloodstream Infection* - CLABSI), yang merupakan komplikasi serius dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Mikroorganisme dari kulit pasien (misalnya, *Staphylococcus aureus*, *Staphylococcus epidermidis*) atau dari tangan petugas kesehatan dapat masuk ke aliran darah saat insersi atau saat perawatan dan manipulasi kateter (misalnya, saat menyambungkan infus atau memberikan obat). Hub kateter adalah titik kritis kontaminasi. Setiap kali sistem diakses, ada potensi masuknya bakteri.
Selain efek prosedur invasif itu sendiri, kerentanan pasien juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes melitus memiliki fungsi imun yang menurun dan sirkulasi yang buruk, yang menghambat kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Pasien dengan status imunosupresi, baik karena penyakit (misalnya, HIV/AIDS) atau pengobatan (misalnya, kemoterapi, kortikosteroid, obat pasca-transplantasi), memiliki pertahanan tubuh yang sangat lemah. Faktor nutrisi yang tidak adekuat juga melemahkan sistem imun. Usia ekstrem (bayi baru lahir dan lansia) juga merupakan faktor risiko karena sistem imun mereka belum matang atau mengalami penurunan fungsi. Oleh karena itu, seorang perawat harus melakukan pengkajian yang komprehensif untuk mengidentifikasi semua faktor risiko yang ada pada pasien dengan kateter terpasang, bukan hanya fokus pada perangkat itu sendiri. Peran perawat adalah memutus rantai infeksi dengan menerapkan praktik terbaik berbasis bukti, termasuk kebersihan tangan yang cermat, penggunaan teknik aseptik yang ketat selama insersi dan perawatan, perawatan lokasi insersi secara rutin, meminimalkan durasi penggunaan kateter, dan memantau tanda-tanda awal infeksi secara waspada.
Kode SLKI: L.14137
Luaran yang Diharapkan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan Tingkat Infeksi Menurun dengan kriteria hasil:
- Demam menurun (5)
- Kemerahan menurun (5)
- Nyeri menurun (5)
- Bengkak menurun (5)
- Kadar sel darah putih membaik (5)
- Kultur darah, urin, sputum membaik (5)
Keterangan:
1: Meningkat
2: Cukup Meningkat
3: Sedang
4: Cukup Menurun
5: Menurun
Kode SIKI: I.14539
Intervensi Utama: Pencegahan Infeksi
Observasi
- Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik (misal: kemerahan, bengkak, nyeri, demam, peningkatan sel darah putih).
Terapeutik
- Batasi jumlah pengunjung.
- Berikan perawatan kulit pada area edema atau area insersi kateter.
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien.
- Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi, terutama saat melakukan perawatan kateter (urin, IV, sentral).
- Lakukan perawatan kateter sesuai standar operasional prosedur (SOP), termasuk membersihkan area meatus uretra atau area insersi IV secara rutin.
- Pastikan kantong urin diposisikan lebih rendah dari kandung kemih
-
Article No. 22313 | 22 Oct 2025
Klinis : pasien usia 60 tahun dengan daignosa SNH, kelemahan anggota gerak kanan, dan nyeri ulu hati serta perut bagian bawah
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Gangguan Mobilitas Fisik
Kode SDKI: D.0054
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Gangguan Mobilitas Fisik didefinisikan sebagai keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah. Kondisi ini merupakan salah satu diagnosis keperawatan yang paling umum ditemui pada pasien dengan Stroke Non-Hemoragik (SNH), seperti yang dialami oleh pasien berusia 60 tahun ini. SNH, atau stroke iskemik, terjadi ketika aliran darah ke bagian otak terhambat oleh bekuan darah, menyebabkan kematian sel-sel otak (infark) di area yang tidak mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi. Kerusakan pada area motorik di salah satu hemisfer otak akan bermanifestasi sebagai kelemahan atau kelumpuhan (hemiparesis atau hemiplegia) pada sisi tubuh yang berlawanan. Dalam kasus ini, kelemahan anggota gerak kanan menunjukkan kemungkinan adanya lesi pada hemisfer otak kiri, yang mengontrol fungsi motorik sisi kanan tubuh.
Penyebab utama gangguan mobilitas fisik pada pasien ini adalah gangguan neuromuskular akibat kerusakan neuron motorik atas (upper motor neuron) di otak. Hal ini mengakibatkan penurunan kekuatan otot secara signifikan, hilangnya kontrol motorik halus, dan gangguan koordinasi. Gejala dan tanda mayor yang sangat relevan dengan kasus ini meliputi keluhan subjektif pasien tentang kesulitan menggerakkan ekstremitas kanan dan temuan objektif berupa penurunan kekuatan otot serta penurunan rentang gerak (Range of Motion/ROM) pada sendi-sendi di sisi kanan. Tanda minor yang mungkin menyertai adalah nyeri saat bergerak, kekakuan sendi (spastisitas) yang dapat berkembang seiring waktu, gerakan yang tidak terkoordinasi, dan kelemahan fisik secara umum.
Dampak dari gangguan mobilitas fisik sangat luas dan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan pasien. Secara fisik, imobilitas meningkatkan risiko berbagai komplikasi serius. Pasien berisiko tinggi mengalami ulkus dekubitus (luka tekan) karena tekanan yang terus-menerus pada area tubuh yang menonjol. Risiko trombosis vena dalam (Deep Vein Thrombosis/DVT) juga meningkat akibat stasis vena pada ekstremitas bawah. Komplikasi pernapasan seperti pneumonia hipostatik dapat terjadi karena akumulasi sekret di paru-paru yang tidak dapat dibersihkan secara efektif akibat posisi tirah baring yang lama. Sistem pencernaan juga terpengaruh, sering kali menyebabkan konstipasi karena penurunan peristaltik usus. Selain itu, tidak digunakannya otot dan sendi dapat menyebabkan atrofi otot, kontraktur sendi, dan osteoporosis.
Secara psikososial, kehilangan kemampuan untuk bergerak secara mandiri merupakan pukulan berat bagi pasien. Hal ini dapat menyebabkan perasaan tidak berdaya, frustrasi, kecemasan, bahkan depresi. Pasien menjadi bergantung pada orang lain untuk melakukan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) atau Activities of Daily Living (ADL) seperti makan, mandi, berpakaian, dan toileting. K1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548 549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639 640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687 688 689 690 691 692 693 694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709 710 711 712 713 714 715 716 717 718 719 720 721 722 723 724 725 726 727 728 729 730 731 732 733 734 735 736 737 738 739 740 741 742 743 744 745 746 747 748 749 750 751 752 753 754 755 756 757 758 759 760 761 762 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779 780 781 782 783 784 785 786 787 788 789 790 791 792 793 794 795 796 797 798 799 800 801 802 803 804 805 806 807 808 809 810 811 812 813 814 815 816 817 818 819 820 821 822 823 824 825 826 827 828 829 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839 840 841 842 843 844 845 846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857 858 859 860 861 862 863 864 865 866 867 868 869 870 871 872 873 874 875 876 877 878 879 880 881 882 883 884 885 886 887 888 889 890 891 892 893 894 895 896 897 898 899 900 901 902 903 904 905 906 907 908 909 910 911 912 913 914 915 916 917 918 919 920 921 922 923 924 925 926 927 928 929 930 931 932 933 934 935 936 937 938 939 940 941 942 943 944 945 946 947 948 949 950 951 952 953 954 955 956 957 958 959 960 961 962 963 964 965 966 967 968 969 970 971 972 973 974 975 976 977 978 979 980 981 982 983 984 985 986 987 988 989 990 991 992 993 994 995 996 997 998 999 1000 1001 1002 1003 1004 1005 1006 1007 1008 1009 1010 1011 1012 1013 1014 1015 1016 1017 1018 1019 1020 1021 1022 1023 1024 1025 1026 1027 1028 1029 1030 1031 1032 1033 1034 1035 1036 1037 1038 1039 1040 1041 1042 1043 1044 1045 1046 1047 1048 1049 1050 1051 1052 1053 1054 1055 1056 1057 1058 1059 1060 1061 1062 1063 1064 1065 1066 1067 1068 1069 1070 1071 1072 1073 1074 1075 1076 1077 1078 1079 1080 1081 1082 1083 1084 1085 1086 1087 1088 1089 1090 1091 1092 1093 1094 1095 1096 1097 1098 1099 1100 1101 1102 1103 1104 1105 1106 1107 1108 1109 1110 1111 1112 1113 1114 1115 1116 1117 1118 1119 1120 1121 1122 1123 1124 1125 1126 1127 1128 1129 1130 1131 1132 1133 1134 1135 1136 1137 1138 1139 1140 1141 1142 1143 1144 1145 1146 1147 1148 1149 1150 1151 1152 1153 1154 1155 1156 1157 1158 1159 1160 1161 1162 1163 1164 1165 1166 1167 1168 1169 1170 1171 1172 1173 1174 1175 1176 1177 1178 1179 1180 1181 1182 1183 1184 1185 1186 1187 1188 1189 1190 1191 1192 1193 1194 1195 1196 1197 1198 1199 1200 1201 1202 1203 1204 1205 1206 1207 1208 1209 1210 1211 1212 1213 1214 1215 1216 1217 1218 1219 1220 1221 1222 1223 1224 1225 1226 1227 1228 1229 1230 1231 1232 1233 1234 1235 1236 1237 1238 1239 1240 1241 1242 1243 1244 1245 1246 1247 1248 1249 1250 1251 1252 1253 1254 1255 1256 1257 1258 1259 1260 1261 1262 1263 1264 1265 1266 1267 1268 1269 1270 1271 1272 1273 1274 1275 1276 1277 1278 1279 1280 1281 1282 1283 1284 1285 1286 1287 1288 1289 1290 1291 1292 1293 1294 1295 1296 1297 1298 1299 1300 1301 1302 1303 1304 1305 1306 1307 1308 1309 1310 1311 1312 1313 1314 1315 1316 1317 1318 1319 1320 1321 1322 1323 1324 1325 1326 1327 1328 1329 1330 1331 1332 1333 1334 1335 1336 1337 1338 1339 1340 1341 1342 1343 1344 1345 1346 1347 1348 1349 1350 1351 1352 1353 1354 1355 1356 1357 1358 1359 1360 1361 1362 1363 1364 1365 1366 1367 1368 1369 1370 1371 1372 1373 1374 1375 1376 1377 1378 1379 1380 1381 1382 1383 1384 1385 1386 1387 1388 1389 1390 1391 1392 1393 1394 1395 1396 1397 1398 1399 1400 1401 1402 1403 1404 1405 1406 1407 1408 1409 1410 1411 1412 1413 1414 1415 1416 1417 1418 1419 1420 1421 1422 1423 1424 1425 1426 1427 1428 1429 1430 1431 1432 1433 1434 1435 1436 1437 1438 1439 1440 1441 1442 1443 1444 1445 1446 1447 1448 1449 1450 1451 1452 1453 1454 1455 1456 1457 1458 1459 1460 1461 1462 1463 1464 1465 1466 1467 1468 1469 1470 1471 1472 1473 1474 1475 1476 1477 1478 1479 1480 1481 1482 1483 1484 1485 1486 1487 1488 1489 1490 1491 1492 1493 1494 1495 1496 1497 1498 1499 1500 1501 1502 1503 1504 1505 1506 1507 1508 1509 1510 1511 1512 1513 1514 1515 1516 1517 1518 1519 1520 1521 1522 1523 1524 1525 1526 1527 1528 1529 1530 1531 1532 1533 1534 1535 1536 1537 1538 1539 1540 1541 1542 1543 1544 1545 1546 1547 1548 1549 1550 1551 1552 1553 1554 1555 1556 1557 1558 1559 1560 1561 1562 1563 1564 1565 1566 1567 1568 1569 1570 1571 1572 1573 1574 1575 1576 1577 1578 1579 1580 1581 1582 1583 1584 1585 1586 1587 1588 1589 1590 1591 1592 1593 1594 1595 1596 1597 1598 1599 1600 1601 1602 1603 1604 1605 1606 1607 1608 1609 1610 1611 1612 1613 1614 1615 1616 1617 1618 1619 1620 1621 1622 1623 1624 1625 1626 1627 1628 1629 1630 1631 1632 1633 1634 1635 1636 1637 1638 1639 1640 1641 1642 1643 1644 1645 1646 1647 1648 1649 1650 1651 1652 1653 1654 1655 1656 1657 1658 1659 1660 1661 1662 1663 1664 1665 1666 1667 1668 1669 1670 1671 1672 1673 1674 1675 1676 1677 1678 1679 1680 1681 1682 1683 1684 1685 1686 1687 1688 1689 1690 1691 1692 1693 1694 1695 1696 1697 1698 1699 1700 1701 1702 1703 1704 1705 1706 1707 1708 1709 1710 1711 1712 1713 1714 1715 1716 1717 1718 1719 1720 1721 1722 1723 1724 1725 1726 1727 1728 1729 1730 1731 1732 1733 1734 1735 1736 1737 1738 1739 1740 1741 1742 1743 1744 1745 1746 1747 1748 1749 1750 1751 1752 1753 1754 1755 1756 1757 1758 1759 1760 1761 1762 1763 1764 1765 1766 1767 1768 1769 1770 1771 1772 1773 1774 1775 1776 1777 1778 1779 1780 1781 1782 1783 1784 1785 1786 1787 1788 1789 1790 1791 1792 1793 1794 1795 1796 1797 1798 1799 1800 1801 1802 1803 1804 1805 1806 1807 1808 1809 1810 1811 1812 1813 1814 1815 1816 1817 1818 1819 1820 1821 1822 1823 1824 1825 1826 1827 1828 1829 1830 1831 1832 1833 1834 1835 1836 1837 1838 1839 1840 1841 1842 1843 1844 1845 1846 1847 1848 1849 1850 1851 1852 1853 1854 1855 1856 1857 1858 1859 1860 1861 1862 1863 1864 1865 1866 1867 1868 1869 1870 1871 1872 1873 1874 1875 1876 1877 1878 1879 1880 1881 1882 1883 1884 1885 1886 1887 1888 1889 1890 1891 1892 1893 1894 1895 1896 1897 1898 1899 1900 1901 1902 1903 1904 1905 1906 1907 1908 1909 1910 1911 1912 1913 1914 1915 1916 1917 1918 1919 1920 1921 1922 1923 1924 1925 1926 1927 1928 1929 1930 1931 1932 1933 1934 1935 1936 1937 1938 1939 1940 1941 1942 1943 1944 1945 1946 1947 1948 1949 1950 1951 1952 1953 1954 1955 1956 1957 1958 1959 1960 1961 1962 1963 1964 1965 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035 2036 2037 2038 2039 2040 2041 2042 2043 2044 2045 2046 2047 2048 2049 2050 2051 2052 2053 2054 2055 2056 2057 2058 2059 2060 2061 2062 2063 2064 2065 2066 2067 2068 2069 2070 2071 2072 2073 2074 2075 2076 2077 2078 2079 2080 2081 2082 2083 2084 2085 2086 2087 2088 2089 2090 2091 2092 2093 2094 2095 2096 2097 2098 2099 2100 2101 2102 2103 2104 2105 2106 2107 2108 2109 2110 2111 2112 2113 2114 2115 2116 2117 2118 2119 2120 2121 2122 2123 2124 2125 2126 2127 2128 2129 2130 2131 2132 2133 2134 2135 2136 2137 2138 2139 2140 2141 2142 2143 2144 2145 2146 2147 2148 2149 2150 2151 2152 2153 2154 2155 2156 2157 2158 2159 2160 2161 2162 2163 2164 2165 2166 2167 2168 2169 2170 2171 2172 2173 2174 2175 2176 2177 2178